Langsung ke konten utama

Puisi-Puisi Markus Aldino Sesfaot, Felichia F Lengga, Sersi Lani Nitbani dan Angela G Nahak



Mollo

Mereka menari seirama bonet
Orang-orang yang menyemburkan aneka pantun
Laki-laki memakai selimut tenun
Lantunkan lagu demi hati riang
Oh orang Mollo, orang berbudaya



Air Mata Hujan Batu


Air mata hujan menyusu batu-batu di sekeliling pusara ibu
Bukit terbesar akhirnya tenggelam karena kesedihan
Dari cekungan paling rahasia
Sunbanu menari giring-giring di dinding bukit batu
Gunung-gunung kemudian menjadi sakit karena bebunyian itu
Siapa menyangka
Tafuilah yang menjadi hutan pelindung bagi semua
Yang bernama maupun tidak
Air mata hujan di dinding bukit batu
Air
Mata
Hujan
Batu



Laob Sang Pandai Besi

Ada kisah suku Bijoba bersembunyi di balik bebatuan
Lalu bergabunglah Kase, orang asing teman meratap
Segala musuh disingkirkan
Senjatanya adalah kata-kata
Kase sang pandai besi
Kase yang merasa hebat
Kase yang menganggap dirinya manusia pertama
Kase Laos
Kase dari Laob
Laob sang pandai besi



Puisi-Puisi Felichia F Lengga


Takut

Mata terbelalak menyaksikan adegan horor
Kubelit ujung rambut yang terurai dengan tali
Terburu-buru
Seperti tuts piano yang berlarian
Tersengal-sengal di batang leher
Seseorang tersenyum licik ke arahku
Mungkin tandanya pelampiasan
Aku bingung
Ingin kuberlari ke timur
Sambil membungkus tubuh dengan berbagai pertanyaan
Mengapa ketakutan ini ada?
Mengapa aku takut pada hal-hal yang menyeramkan?
Rambutku terlepas lagi




Hening

Cemburu yang membara
Jadi biru
Rumah
Dan rasa kosong menjalar di hati
Mancung
Segala rindu di hidung
Hening
Segalanya tersiksa di hati
Timor
Teriakan tambur merasuk ke telingan hawa
Tungku sedang menyalakan tanda bahaya
Indah dalam iringan suara bonet
Menenun tais cendana merah
Orang-orang kesurupan sambil bersiul
Raihlah hati dan senyum atoin meto



Sonbai

Ada seorang raja yang dipercaya melahirkan sayap-sayap damai
Terbang menggunakan senyum
Jatuh ke bumi, menumbuhkan anak-anak perdamaian
Di sana, di hamparan bukit kering
Terang menjadi nama yang dihormati
Pakailah segala pakaian yang berwarna emas
Pergilah selagi embun pagi belum kering
Kusebut kau Sonbai


Puisi Sersi Lani Nitbani


Mutis

Februari memandikan surya emas
Udang-udang bersembunyi di dalam batu gelap
Di mulut seribu sungai
Tiupan suling memancing kemarahan roh batu
Mengapa ikatan batin
Tak lagi mampu menyatukan semua makhluk Tuhan?
Suara itu bergetar menerobos urat nadi hutan ampupu
Berhenti berdetak seketika
Mutis

(2018)



Puisi Angela Nahak


Atoin Meto


Ritus-ritus yang kami lakukan
Tak pernah mengeringkan air
Semua marga melakukannya dengan senyum
Tak ada ketakutan
Noel mengalir jauh ke dalam kain-kain tenun
Kulit rambut dan tangisan penguasa langit
Cukuplah namanya saja manusia kering
Alam jangan


(2018)


Artikel ini telah tayang di pos-kupang.com dengan judul Puisi-Puisi Siswa SMPK St. Yoseph Freinademetz Kapan, http://kupang.tribunnews.com/2018/12/24/puisi-puisi-siswa-smpk-st-yoseph-freinademetz-kapan.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Dongeng dari Kap Na’m To Fena

The Horse Sketch by Angel Ciesniarska Oleh Dino Sesfaot Di masa lalu aku dan beberapa saudaraku tiba-tiba saja muncul dari gua yang sangat gelap, dalam dan dingin. Kami keluar dengan tubuh telanjang dan ingatan yang sudah bekerja dengan sangat baik. Yang kuingat, akulah manusia pertama yang keluar dari lubang hitam itu. Seseorang telah memuntahkan kami ke tempat ini dan kami tidak ingat apa-apa lagi tentang masa lalu di dalam gua. Kami hanya ingat ketika keluar dari lubang yang terasa lengket dan berair itu, kami merasa sudah sangat besar dan malu. Segeralah kami membuat pakaian sementara dari kulit kayu dan dedaunan segar. Aku lupa menghitung jumlah saudara-saudaraku. Sebab ketika lahir dari lubang itu beberapa di antara kami sudah langsung berpencar entah ke mana. Mereka yang pergi dan berenang bersama para buaya menuju ke pulau-pulau lain. Sementara manusia lain yang memilih tinggal, termasuk aku, mulai melakukan kerjasama untuk bertahan hidup. Dua bulan sekali mun

Liko

copyright joel gendron  Oleh Putry Babys Pada waktu aku masih kecil, nenek dari pihak ayah pernah bercerita padaku tentang hal ini: entah tahun berapa, terlalu lama sekali hiduplah seorang kakek tua bernama Mesakh yang tinggal di kampung bernama Sakteo. Ia memelihara ular liuksaen ( python timoriensis) di sebuah gua dekat rumahnya. Setiap hari ia pergi untuk mengantar makanan. Karena ular itu ia disebut-sebut sangat kaya raya. Ia seorang petani. Ia memang pekerja keras namun dari mana datangnya kekayaan yang melimpah ruah itu? Orang-orang saling berbisik, kekayaan itu datangnya dari liuksaen. Kakek Mesakh punya ratusan ekor sapi dan babi. Jumlah ayam yang tak terhitung banyaknya. Rumah pun seperti istana. Setiap kali orang mengundangnya untuk datang ke pesta pernikahan atau acara adat lainnya, ia akan datang tidak dengan tangan kosong. Ia menarik serta sapi dan babi sebagai hadiah untuk tuan pesta. Kabar tentang kakek Mesakh sampai juga ke telinga bupati. Aku lupa nama

Puisi-Puisi Peserta Workshop "Anak di Antara Mata Air, Hutan dan Batu"

Yoseph Alfredo Sesfaot Cerita Batu aku adalah ciptaan Tuhan aku diciptakan beraneka macam aku juga bermanfaat bagi makhluk hidup aku adalah batu bongkahan, pecahan, dan masih banyak lagi aku juga terkesan menarik aku juga banyak dibutuhkan tapi terkadang aku juga dicampakkan aku disia-siakan manusia dan lebih sadis lagi, teknologi merusak aku aku bisa bersatu, tapi aku juga bisa dipisahkan hatiku sedih hatiku remuk redam kejamnya dunia fana ini aku bagai anak yang kehilangan ibu dan saudara-saudaraku   *** Maria Apriyani Bessy Tubuhku Batu Mataku pernah lupa pada cahaya matahari Sebab gunung-gunung telah menutupi kesedihanku Tulang tubuhku bahkan tak tahu apa itu amarah Tubuhku batu Yang merasa tak mampu lagi melanjutkan hidupnya Tubuhku batu yang berserakan di halaman rumahmu Aku takut, gunung-gunung akan pergi Dan melupakanku *** Findy Lengga Pohon Aku membuahi seribu anak-anak Yang mungil dan berwarna merah Aku tak pernah dikhian