Yoseph Alfredo Sesfaot Cerita Batu aku adalah ciptaan Tuhan aku diciptakan beraneka macam aku juga bermanfaat bagi makhluk hidup aku adalah batu bongkahan, pecahan, dan masih banyak lagi aku juga terkesan menarik aku juga banyak dibutuhkan tapi terkadang aku juga dicampakkan aku disia-siakan manusia dan lebih sadis lagi, teknologi merusak aku aku bisa bersatu, tapi aku juga bisa dipisahkan hatiku sedih hatiku remuk redam kejamnya dunia fana ini aku bagai anak yang kehilangan ibu dan saudara-saudaraku *** Maria Apriyani Bessy Tubuhku Batu Mataku pernah lupa pada cahaya matahari Sebab gunung-gunung telah menutupi kesedihanku Tulang tubuhku bahkan tak tahu apa itu amarah Tubuhku batu Yang merasa tak mampu lagi melanjutkan hidupnya Tubuhku batu yang berserakan di halaman rumahmu Aku takut, gunung-gunung akan pergi Dan melupakanku *** Findy Lengga Pohon Aku membuahi seribu anak-anak Yang mungil dan berwarna merah Aku tak pernah dikhian
istockphoto.com Oleh Rafael Rahaq Wutun Pada suatu masa di Me’o hiduplah seorang kakek tua bersama istrinya. Namanya kakek itu Oe. Nama yang sangat pendek. Sehari-hari mereka menggembalakan ternaknya ke atas perbukitan yang hijau di antara Netpala dan Ajaobaki. Saat petang ia dan istrinya akan menggiring kawanan ternaknya kembali ke kandang dekat rumah. Pekerjaan itu mereka lakukan setiap hari dengan sukacita. Namanya Oe, ia tidak susah air. Ketika musim kemarau, sapi-sapinya tidak pernah kehausan. Dengan mengusap permukaan rumput, air jernih akan keluar. Ketika ia pergi, tempat itu kering kembali. Oe artinya air. Istrinya lebih rapuh. Dalam perjalanan ke padang yang lebih jauh, ia terjatuh dan mulai sakit-sakitan. Hati kakek Oe menjadi semakin sedih ketika akhirnya sang istri meninggal dunia. Ia menjadi suka melamun dan tidak semangat bekerja. Kakek Oe mulai sering bicara sendiri. Saat di padang, ia merasa ada seseorang yang mengikutinya. Hari masih siang dan matahar